Minggu, 28 Januari 2018

Perkembangan Filologi di Kawasan Eropa



 Hasil gambar untuk filologi
Perkembangan Filologi di Kawasan Eropa
Awal Pertumbuhan Filologi Studi Filologi mula-mula berkembang pada abad ke-3 SM. di kawasan kerajaan Yunani, kota Iskandariah. Kota itu merupakan pusat kajian ilmu pengetahuan seperti perpustakaan yang menyimpan sejumlah besar naskah Yunani lama yang ditulis pada daun Papirus, kira-kira pada abad ke-8SM. Naskah itu berisi berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu filsafat, kedokteran, perbintangan, ilmu sastra, dan hukum sebagai milik bangsa Yunani lama. Perpustakaan itu menempati bangunan yang disebut Museum, yang aslinya sebuah kuil untuk memuja 9 orang dewi Muses, dewi kesenian dan ilmu pengetahuan dalam mitologi Yunani
Tujuan penulisan teks pada naskah adalah sebagai upaya untuk merekam tradisi lisan yang telah mereka miliki berabad-abad sebelumnya. Kemudian naskah itu disalin secara berulang-ulang sebagai upaya mereka untuk menyelamatkan teks dari kemusnahan. Para penggarap naskah itu disebut sebagai ahli filologi dan orang pertama yang memakai nama itu Eratosthenes. Pada waktu itu, filolog harus memiliki wawasan luas, ia harus mengenal tulisan, bahasa, dan ilmu yang dikandungnya. Setelah membaca dan memahami isinya, ia pun harus pandai menulis dengan huruf dan bahasa yang dikenal dan digunakan pada waktu itu.
Metode yang digunakannya: memperbaiki bacaan yang rusak (korup): huruf, kata, ejaan, bahasa, dan tata tulisnya. Kemudian menyajikannya dalam suntingan teks yang mudah dibaca dan bersih dari kesalahan. Teks yang tidak cacat itu kemudian disalin lagi berulang-ulang. Selain disalin, kadang-kadang salinannya diberi komentar yang berupa tafsiran atau penjelasan lain secukupnya. Tujuan lain, kegiatan filologi dipandang sebagai kegiatan perdagangan. Di sini budak belian berperan karena mudah didapat. Karena itu, penyimpangan menjadi lebih banyak karena penyalin tidak memiliki kesadaran yang tinggi terhadap keasliannya. Teks yang dijadikan bahan kajian seperti karya Homerus, Plato, Socrates, Herodotus, dan Aristoteles.
Filologi di Romawi Setelah Iskandariah jatuh ke tangan bangsa Romawi, kegiatan filologi pindah ke Eropa Selatan, pusatnya Roma. aktifitasnya melanjutkan tradisi Yunani atau madzhab Iskandariah. Pada abad ke-1 – ke-4 kegiatan ditambah dengan meresensi teks tertentu dalam bahasa Yunani kuno. Bahasa Yunani menjadi bahasa kedua pada bangsa itu. Kerajaan Romawi kemudian pecah dan mempengaruhi kegiatan filologi. Kegiatan filologi di Romawi Barat diarahkan pada - tradisi latin yang berupa puisi atau prosa sebagai ilmu pengetahuan. Isi naskah itu mewarnai dunia pendidikan di Eropa pada abad-abad selanjutnya. Sejak terjadinya kristenisasi, kegiatan filologi diarahkan pada keagamaan dan yang melakukannya pendeta. – codex.
Romawi Timur Sejak abad ke-4 telah ditulis dalam bentuk codex , yaitu bahan dari kulit binatang, terutama dari kulit domba yang dikenal dengan nama perkament Naskah dalam bentuk tersebut telah diberi halaman sehinga mudah dibaca Bahan perkamen memiliki keungulan tahan lama dari pada bahan pepirus Pada periode itu muncul tradisi menulis tafsir scholia yaitu menulis tafsir isi naskah pada tepi halaman dengan bahan yang digunakan dari tulisan lain yang membicarakan masalah yang sama Di wilayah Eropa timur muncul pusat-pusat studi teks Yunani seperti di Antioch, Athena, Iskandariah, Beirut, Konstantinopel, dan Gaza Iskandariah merupakan pusat studi filsafat Aristoteles dan Beirut merupakan pusat studi bidang hukum Pusat-pusat studi ini kemudian berubah menjadi perguruan tinggi yang dapat mengeluarkan tenaga ahli di bidang pemerintahan, administrasi, dan pendidikan.s Karena kekurangan tenaga ahli, Teks-teks yang diangap penting diajarkan di perguruan tinggi untuk mencetak tenaga ahli filologi.
Filologi zaman Renaisance Aliran Humanisme Humanisme berasal dari kata humaniora (Yunani= guru yang mengelola tata bahasa, retorika, puisi dan filsafat). Karena bahan yang diperlukan bersumber dari teks klasik, Humanisme kemudian diartikan sebagai aliran yang mengkaji sastra klasik yang meliputi keagamaan, filsafat, hukum, sejarah, ilmu bahasa, kesastraan dan kesenian. Pada zaman renaisance, kegiatan telaah terhadap teks klasik timbul kembali, kajiannya berpijak pada kritik teks dan sejarahnya. Pengaruh penemuan mesin cetak Pada abad ke-15, filologi mengalami perkembangan baru penyalinan teks dilakukan dengan mesin cetak, dalam jumlah yang banyak dan mudah Penggandaan teks dengan mesin cetak menuntut tersedianya teks yang siap cetak dalam bentuk yang baik dan bersih dari korup. Hal ini dapat dihasilkan lewat kajian filologi secara cermat Kritik teks perlu penyempurnaan dengan jumlah yang lebih banyak dan dari berbagai tempat. Akibatnya hasil terbitan lebih banyak dan penyebarannya lebih meluas Sejak saat itu kekeliruan pada penyalinan teks semakin berkurang, tidak seperti penyalinan teks dengan menggunakan tangan Perkembangan filologi di Eropa Ilmu filologi diterapkan untuk telaah naskah lama nonklasik, seperti Germania dan Romania karenanya keorang ahli filologi dituntut menguasai bahasa-bahasa tersebut. Sejak saat itu batas antara filologi dengan ilmu bahasa (linguistik) menjadi kabur karena kegiatan linguistik juga menelaah teks.
Perkembangan Filologi di Timur Tengah
Bangsa Yunani lama telah sejak lama menanamkan kebudayaannya hingga di kawasan Timur Tengah. Ide filsafati dan ilmu eksakta daerah Timur Tengah terutama didapat dari bangsa Yunani lama. Perguruan tinggi sebagai pusat berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani. Dalam perkembangan sejarahnya, puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani di kawasan Timur Tengah yaitu pada zaman dinasti Abasiyah. Pada masa kepemimpinan Makmun (809-833) perkembangan itu mencapai puncaknya. Diistananya terkumpul sejumlah ilmuwan dari negara lain yang mempelajari berbagai disiplin ilmu dan diberi fasilitas yang baik. Dikenal ada tiga penerjemah handal pada saat itu. Salah satunya adalah Hunain yang melakukan banyak hal dengan mendata naskah-naskah yang diterjemahkan maupun yang belum diterjemahkan, dan tempat penyimpanannya secara lengkap. Ia juga melakukan kritik teks yang tajam dengan jangkauan naskah sebanyak mungkin. Berkatnya dapat diketahui metode filologi yang digunakan pada saat itu. Kegiatan filologi juga diterapkan pada naskah-naskah yang dihasilkan penulis dari daerah itu. Timur Tengah dikenal memiliki dokumen lama berisi nilai-nilai agung. Sebelum kedatangan Islam, Timur Tengah telah memiliki karya sastra yang mengagumkan. Setelah kedatangan Islam pun karya sastra mistik Islam berkembang maju. Kedatangan bangsa Barat di kawasan ini menyebabkan karya sastra mereka dikenal dunia Barat. Meluasnya kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan Andalusia membawa ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap bangsa Arab kembali ke Eropa dengan baju Islam. Hingga Bahasa Arab dipelajari sebagai alat untuk mempelajari naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa tersebut. Terdapat pusat studi ketimuran di berbagai tempat di Eropa yang menghasilkan ahli-ahli dalam mengkaji naskah-naskah Timur Tengah.
Filologi Dinasti Abbasiyah dan Masa Keemasan Islam
Pada zaman dinasti Abbasiyah, dalam pemerintahan khalifah Mansur (754-775), Harun Alrasyid (786-809), dan Makmun (809-833) studi naskah dan ilmu pengetahuan Yunani makin berkembang dan puncak perkembangannya itudalam pemerintahan Makmun. Di dalam istananya terkumpul sejumlah ilmuwan dari negara lain: mereka beljr ilmu geometri, astronomi, teknik dan musik. Mereka mendapat pelayanan yang baik, dibangunkan pusat studi yan diberi nama Bait al-Hikmah (Lembaga Kebijaksanaan), yang dilengkapi dengan perpustakaan dan observatorium. Pada waktu itu dikenal tiga penerjemah kenamaan, bernama Qusta bin Luqa, Hunain bin Ishaq dan Hubaisyi, ketiga-tiganya beragama Nasrani.
Hunain merupakan penerjemah yang paling luas ilmu pengetahuannya, menguasai bahasa Arab, Yunani, Persia: bahasa ibunya sendiri bahasa Arab. Sejak umur 7 tahun dia sudah menjadi penerjemah kedalam bahasa-bahasa tersebut. Mungkin ketrampilannya diperoleh karena dia tinggal di daerah multilingual. Dia mendirikan lembaga penerjemah di Bagdad, akan tetapi tidak jelas apakah kegiatan penerjemahanitu dari naskah-naskah Yunani atau dari terjemahannya dalam bahasa siria. Di waktu itu masih banyak tersimapan di daerahnya naskah-naskah Yunani dan Hunain sendiri rajin mencari naskah-naskah lama Yunani sampai ke Mesir, Siria, Palestina dan Mesopotamia. Hunain menyusun daftar naskah Yunani yang telah di terjemahkan ke dalam bahasa Siria dan Arab , disertai nama para penerjemahnya dan untuk siapa naskah itu diterjemahkan. Disamping itu Hunain juga menyertaka kritik Hunain terhadap hasil terjemahan orang lain sangat tajam. Dengan demikian dapat diketahui metode filologi yang digunakan pada waktu abad ke-9 di kawasan Timur Tengah. Di samping melakukan telaah terhadap naskah-naskah Yunani, para ahli filologi di kawasan Timur Tengah juga menerapkan teori filologi terhadapnaskah-naskah yang dihasilkan oleh penulis-penulis dari daerah itu.

Perkembangan Filologi Zaman Dinasti Abbasiyah dan Pasca Keruntuhannya
Bangsa-bangsa di Timur Tengah memang dikenal sebagai bangsa yang memiliki dokumen lama yang berisi nilai-nilai yang agung, seperti karya tulis yang di hasilkan oleh bangsa Arab dan Persia. Sebelum kedatangan agama Islam, kedua bangsa ini telah memiliki karya sastra yang mengagumkan, dlam bentuk prosa dan puisi misalnya Mu’allaqat dan Qasidah pada bangsa Arab. Setelah Islam berkembang, kegiatan meluas di kawasan di luar negara Arab , serta mistik Islam berkembang dengan maju di daerah Persia pada abad ke-10 hingga abad ke-13. Karya sastra mistik yang masyhur misal Mantiq al-Tair susunan Farid al-Din Al-Tar, Mathnawi ima’nawi karya Jalal al-Din al-Rumi, Tarjuman al-Asywaqtulisan Ibn al-Arabi. Puisi-puisi penyair Persia terkenal Umar Khayyam serta cerita Seribu Satu Malam hingga saat ini masih banyak dikenal di dunia Barat dan berkali-kali diterjemahkan dalam bahasa-bahasa Barat dan bahasa-bahasa Timur.
Kedatangan bangsa Barat di kawasan Timur Tengah membuka kegiatan filologi terhadap karya tersebut, sehingga isi kandungan naskah-naskah itu dikenal di dunia Barat dan banyak yang menarik perhatian orientalis Barat. Maka banyaklah teks yang diteliti oleh mereka serta kemudian banyaklah naskah yang mengalir ke pusat-pusat studi dan koleksi naskah di Eropa. Kajian filologi terhadap naskah-naskah tersebut banyak dilakukan di pusat-pusat kebudayaan ketimuran di kawasan Eropa dan hasil kajian itu berupa teori-teori mengenai kebudayaan dan sastra Arab, Persi, Siria, Turki dan lain sebagainya.
 Perkembangan Filologi di Kawasan Asia : India
Sejak beberapa abad sebelum Masehi, bangsa Asia telah memiliki peradaban yang tinggi. Sejak mengenal huruf, sebagian besar kebudayaan mereka ditulis dalam bentuk naskah yang memberi banyak informasi mengenai kehidupan mereka di masa lampau. Diantara bangsa Asia yang dipandang memiliki dokumen masa lampau adalah India. Penelitian terhadap India menunjukkan adanya kontak secara langsung dengan Yunani pada zaman Raja Iskandar Zulkarnain yang melakukan perjalanan sampai India pada abad ke-3. Terlihat adanya perpaduan dengan kebudayaan Yunani pada bentuk patung dan nilai-nilai ilmunya. Sejak abad ke-1 mulai terjadi kontak langsung bangsa India dengan Cina. Sekelompok pendeta Buddha mengadakan perjalanan dakwah ke Cina, dan sesudah itu musafir Cina berziarah ke tempat-tempat suci agama Buddha di India. Dalam perjalanan itu, mereka sempat menerjemahkan naskah-naskah India ke dalam bahasa Cina. Bahkan ada ringkasan delapan bab ilmu kedokteran India dalam bahasa Cina. Kontak antara bangsa India dengan Timur Tengah mungkin terjadi sejak awal sebelum bertemu dengan bangsa lain. Kemungkinan ini sangat kuat mengingat letak geografis kedua kebudayaan besar ini berdekatan tanpa terbatas kondisi alam tertentu. Sayangnya belum didapati keterangan yang memadai dari sedikit dokumen yang menunjukkan kontak antara keduanya. Hanya terdapat terjemahan naskah India ke dalam bahasa Persi dan catatan musafir Arab-Persi mengenai beberapa aspek kebudayaan India dalam kunjungannya ke tempat tersebut. Naskah India yang dipandang paling tua berupa kesusastraan Weda, ialah kitab suci agama Hindu yang disusun mungkin pada abad ke-6 s.M. Setelah periode Weda disusunlah naskah-naskah kitab suci lain. Selain naskah dengan nilai agama dan filsafat, ada uga naskah lama India yang berisi wiracarita misalnya Mahabarata dan Ramayana serta karya yang berisi ilmu pengetahuan seperti ilmu kedokteran, tatabahasa, hukum, dan politik. Telaah Filologi terhadap naskah-naskah India baru dilakukan setelah adanya kontak dengan bangsa Barat, yaitu setelah ditemukannya jalan laut ke India. Proses mengenal kubudayaan India bertahap, mulai dari bahasa daerah, bahasa Sansekerta, baru kemudian ditemukan kitab Weda. Sejak itu lah kegiatan filologi terhadap naskah India semakin berkembang dan membuahkan hasil yang sangat berarti seperti berbagai kamus dan tatabahasa Sansekerta .
Perkembangan Filologi di Kawasan Nusantara
Nusantara adalah kawasan yang termasuk Asia Tenggara. Seperti kawasan Asia pada umumnya, Nusantara telah memiliki peradaban tinggi dan diwariskan pada generasi selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah. Kawasan Nusantara terbagi dalam berbagai etnis dengan ciri khas masing-masing tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara. Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah Nusantara hadir setelah kedatangan bangsa Barat. Yang pertama menyadari nilai berharga naskah Nusantara adalah pedagang yang ingin mendapat untung dari penjualan naskah tersebut. Datangnya bangsa Barat dan ditulisnya buku tentang kebudayaan Nusantara oleh Frederik de Houtman menimbulkan minat besar bangsa Barat pada Nusantara. Dan walaupun terdapat beragam suku dengan bahasa yang berbeda-beda, namun untuk mendekati bangsa ini langkah pertama yang diperlukan adalah kemampuan bahasa Melayu. Karena kemampuan berbahasa Melayu akan membuka komunikasi dengan pribumi dan bangsa lain yang juga mengunjungi daerah ini. Selanjutnya pengamatan terhadap bahasa melalui pembacaan naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim dalam jumlah besar oleh VOC. Bahasa Nusantara dipelajari untuk kepentingan tugas penginjil. Hasilnya adalah penelitian dan catatan rapi mengenai kebudayaan bahkan hingga suku yang belum mengenal tulisan. Karena keterbatasan tenaga, awalnya kegiatan filologi hanya sampai pada tahap menyunting. Yaitu menyajikan naskah pada bentuk aslinya ditambahkan keterangan pendahuluan. Pada tahapan selanjutnya, naskah disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf latin. Perkembangan selanjutnya adalah suntungan naskah disertai terjemahannya dalam bahasa asing. Pada abad ke-20 muncul suntingan yang lebih mantab dengan kritik teks disertai terjemahan dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Jerman. Juga muncul terbitan ulang dari naskah yang sudah pernah disunting dengan maksud untuk menyempurnakan. Pada saat itu juga banyak terbit naskah-naskah keagamaan baik Melayu maupun Jawa, sehingga dapat dikaji oleh ahli teologi serta selanjutnya menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut.
Selanjutnya banyak diterbitkan suntingan-suntingan naskah dengan pembahasan isi ditinjau dari berbagai disiplin. Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra barat. Banyak terdapat analisis struktural, fungsi, dan amanat pada naskah-naskah tersebut. Besarnya minat dan kesempatan pada masa-masa selanjutnya mendorong terbitnya kamus bahasa-bahasa Nusantara. Kajian terhadap naskahnya juga membuka kebudayaan Nusantara dan mengangkat nilai-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya.
Sedangkan dari Indonesia sendiri, tokoh pribumi yang diakui sebagai ahli filologi adalah Husein Djayadiningrat dengan penelitian mengenai sejarah Banten. Sedangkan setelah perang dunia kedua hanya terdapat sedikit ahli filologi dengan sedikit karya yang dihasilkan. Selanjutnya setelah perginya nama-nama besar R.M.Ng. Poerbatjaraka dan Prof. R. Prijana ahli filologi sangat sulit ditemukan.
Usaha mencari karya filologi dari bangsa sendiri bisa dibilang sia-sia. Belum dapat ditemukan sumbangan yang berarti dalam bidang filologi dari dua universitas tertua di Indonesia, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. Sehingga sumbangan filologi dalam perkembangan kebudayaan nasional pun hampir tak ada. Nusantara seharusnya bersyukur atas peninggalan tertulis dari generasi sebelumnya. Untuk itu diperlukan kajian filologi yang memadai sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kebudayaan dan sejarah kehidupan sebelumnya.
Sebenarnya kajian filologi akan sangat berguna juga karena dapat digunakan dalam bidang ilmu lain. Sayangnya kajian filologi saat ini belum terlihat hasil yang berarti. Bila saja ilmu filologi dilengkapi dengan ilmu social lainnya seperti arkeologi maupun antropologi, tentu akan didapati hasil yang lebih baik.