Perkembangan
Filologi di Kawasan Eropa
Awal Pertumbuhan Filologi Studi Filologi mula-mula
berkembang pada abad ke-3 SM. di kawasan kerajaan Yunani, kota Iskandariah.
Kota itu merupakan pusat kajian ilmu pengetahuan seperti perpustakaan yang
menyimpan sejumlah besar naskah Yunani lama yang ditulis pada daun Papirus,
kira-kira pada abad ke-8SM. Naskah itu berisi berbagai ilmu pengetahuan seperti
ilmu filsafat, kedokteran, perbintangan, ilmu sastra, dan hukum sebagai milik
bangsa Yunani lama. Perpustakaan itu menempati bangunan yang disebut Museum,
yang aslinya sebuah kuil untuk memuja 9 orang dewi Muses, dewi kesenian dan
ilmu pengetahuan dalam mitologi Yunani
Tujuan penulisan teks pada naskah adalah sebagai upaya untuk
merekam tradisi lisan yang telah mereka miliki berabad-abad sebelumnya.
Kemudian naskah itu disalin secara berulang-ulang sebagai upaya mereka untuk
menyelamatkan teks dari kemusnahan. Para penggarap naskah itu disebut sebagai
ahli filologi dan orang pertama yang memakai nama itu Eratosthenes. Pada waktu
itu, filolog harus memiliki wawasan luas, ia harus mengenal tulisan, bahasa,
dan ilmu yang dikandungnya. Setelah membaca dan memahami isinya, ia pun harus
pandai menulis dengan huruf dan bahasa yang dikenal dan digunakan pada waktu
itu.
Metode yang digunakannya: memperbaiki bacaan yang rusak
(korup): huruf, kata, ejaan, bahasa, dan tata tulisnya. Kemudian menyajikannya
dalam suntingan teks yang mudah dibaca dan bersih dari kesalahan. Teks yang
tidak cacat itu kemudian disalin lagi berulang-ulang. Selain disalin,
kadang-kadang salinannya diberi komentar yang berupa tafsiran atau penjelasan
lain secukupnya. Tujuan lain, kegiatan filologi dipandang sebagai kegiatan
perdagangan. Di sini budak belian berperan karena mudah didapat. Karena itu,
penyimpangan menjadi lebih banyak karena penyalin tidak memiliki kesadaran yang
tinggi terhadap keasliannya. Teks yang dijadikan bahan kajian seperti karya Homerus,
Plato, Socrates, Herodotus, dan Aristoteles.
Filologi di Romawi Setelah Iskandariah jatuh ke tangan
bangsa Romawi, kegiatan filologi pindah ke Eropa Selatan, pusatnya Roma.
aktifitasnya melanjutkan tradisi Yunani atau madzhab Iskandariah. Pada abad ke-1
– ke-4 kegiatan ditambah dengan meresensi teks tertentu dalam bahasa Yunani
kuno. Bahasa Yunani menjadi bahasa kedua pada bangsa itu. Kerajaan Romawi
kemudian pecah dan mempengaruhi kegiatan filologi. Kegiatan filologi di Romawi
Barat diarahkan pada - tradisi latin yang berupa puisi atau prosa sebagai ilmu
pengetahuan. Isi naskah itu mewarnai dunia pendidikan di Eropa pada abad-abad
selanjutnya. Sejak terjadinya kristenisasi, kegiatan filologi diarahkan pada
keagamaan dan yang melakukannya pendeta. – codex.
Romawi Timur Sejak abad ke-4 telah ditulis dalam bentuk
codex , yaitu bahan dari kulit binatang, terutama dari kulit domba yang dikenal
dengan nama perkament Naskah dalam bentuk tersebut telah diberi halaman sehinga
mudah dibaca Bahan perkamen memiliki keungulan tahan lama dari pada bahan
pepirus Pada periode itu muncul tradisi menulis tafsir scholia yaitu menulis
tafsir isi naskah pada tepi halaman dengan bahan yang digunakan dari tulisan
lain yang membicarakan masalah yang sama Di wilayah Eropa timur muncul
pusat-pusat studi teks Yunani seperti di Antioch, Athena, Iskandariah, Beirut,
Konstantinopel, dan Gaza Iskandariah merupakan pusat studi filsafat Aristoteles
dan Beirut merupakan pusat studi bidang hukum Pusat-pusat studi ini kemudian
berubah menjadi perguruan tinggi yang dapat mengeluarkan tenaga ahli di bidang
pemerintahan, administrasi, dan pendidikan.s Karena kekurangan tenaga ahli,
Teks-teks yang diangap penting diajarkan di perguruan tinggi untuk mencetak
tenaga ahli filologi.
Filologi zaman Renaisance Aliran Humanisme Humanisme berasal
dari kata humaniora (Yunani= guru yang mengelola tata bahasa, retorika, puisi
dan filsafat). Karena bahan yang diperlukan bersumber dari teks klasik,
Humanisme kemudian diartikan sebagai aliran yang mengkaji sastra klasik yang
meliputi keagamaan, filsafat, hukum, sejarah, ilmu bahasa, kesastraan dan
kesenian. Pada zaman renaisance, kegiatan telaah terhadap teks klasik timbul
kembali, kajiannya berpijak pada kritik teks dan sejarahnya. Pengaruh penemuan
mesin cetak Pada abad ke-15, filologi mengalami perkembangan baru penyalinan
teks dilakukan dengan mesin cetak, dalam jumlah yang banyak dan mudah
Penggandaan teks dengan mesin cetak menuntut tersedianya teks yang siap cetak
dalam bentuk yang baik dan bersih dari korup. Hal ini dapat dihasilkan lewat
kajian filologi secara cermat Kritik teks perlu penyempurnaan dengan jumlah
yang lebih banyak dan dari berbagai tempat. Akibatnya hasil terbitan lebih
banyak dan penyebarannya lebih meluas Sejak saat itu kekeliruan pada penyalinan
teks semakin berkurang, tidak seperti penyalinan teks dengan menggunakan tangan
Perkembangan filologi di Eropa Ilmu filologi diterapkan untuk telaah naskah
lama nonklasik, seperti Germania dan Romania karenanya keorang ahli filologi
dituntut menguasai bahasa-bahasa tersebut. Sejak saat itu batas antara filologi
dengan ilmu bahasa (linguistik) menjadi kabur karena kegiatan linguistik juga
menelaah teks.
Perkembangan Filologi di Timur Tengah
Bangsa
Yunani lama telah sejak lama menanamkan kebudayaannya hingga di kawasan Timur
Tengah. Ide filsafati dan ilmu eksakta daerah Timur Tengah terutama didapat
dari bangsa Yunani lama. Perguruan tinggi sebagai pusat berbagai ilmu
pengetahuan yang berasal dari Yunani. Dalam perkembangan sejarahnya, puncak perkembangan
ilmu pengetahuan Yunani di kawasan Timur Tengah yaitu pada zaman dinasti
Abasiyah. Pada masa kepemimpinan Makmun (809-833) perkembangan itu mencapai
puncaknya. Diistananya terkumpul sejumlah ilmuwan dari negara lain yang
mempelajari berbagai disiplin ilmu dan diberi fasilitas yang baik. Dikenal ada
tiga penerjemah handal pada saat itu. Salah satunya adalah Hunain yang
melakukan banyak hal dengan mendata naskah-naskah yang diterjemahkan maupun
yang belum diterjemahkan, dan tempat penyimpanannya secara lengkap. Ia juga
melakukan kritik teks yang tajam dengan jangkauan naskah sebanyak mungkin.
Berkatnya dapat diketahui metode filologi yang digunakan pada saat itu.
Kegiatan filologi juga diterapkan pada naskah-naskah yang dihasilkan penulis
dari daerah itu. Timur Tengah dikenal memiliki dokumen lama berisi nilai-nilai
agung. Sebelum kedatangan Islam, Timur Tengah telah memiliki karya sastra yang
mengagumkan. Setelah kedatangan Islam pun karya sastra mistik Islam berkembang
maju. Kedatangan bangsa Barat di kawasan ini menyebabkan karya sastra mereka
dikenal dunia Barat. Meluasnya kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan
Andalusia membawa ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap bangsa Arab
kembali ke Eropa dengan baju Islam. Hingga Bahasa Arab dipelajari sebagai alat
untuk mempelajari naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa tersebut. Terdapat
pusat studi ketimuran di berbagai tempat di Eropa yang menghasilkan ahli-ahli
dalam mengkaji naskah-naskah Timur Tengah.
Filologi Dinasti Abbasiyah dan Masa
Keemasan Islam
Pada
zaman dinasti Abbasiyah, dalam pemerintahan khalifah Mansur (754-775), Harun
Alrasyid (786-809), dan Makmun (809-833) studi naskah dan ilmu pengetahuan
Yunani makin berkembang dan puncak perkembangannya itudalam pemerintahan
Makmun. Di dalam istananya terkumpul sejumlah ilmuwan dari negara lain: mereka
beljr ilmu geometri, astronomi, teknik dan musik. Mereka mendapat pelayanan
yang baik, dibangunkan pusat studi yan diberi nama Bait al-Hikmah
(Lembaga Kebijaksanaan), yang dilengkapi dengan perpustakaan dan observatorium.
Pada waktu itu dikenal tiga penerjemah kenamaan, bernama Qusta bin Luqa, Hunain
bin Ishaq dan Hubaisyi, ketiga-tiganya beragama Nasrani.
Hunain
merupakan penerjemah yang paling luas ilmu pengetahuannya, menguasai bahasa
Arab, Yunani, Persia: bahasa ibunya sendiri bahasa Arab. Sejak umur 7 tahun dia
sudah menjadi penerjemah kedalam bahasa-bahasa tersebut. Mungkin ketrampilannya
diperoleh karena dia tinggal di daerah multilingual. Dia mendirikan lembaga
penerjemah di Bagdad, akan tetapi tidak jelas apakah kegiatan penerjemahanitu
dari naskah-naskah Yunani atau dari terjemahannya dalam bahasa siria. Di waktu
itu masih banyak tersimapan di daerahnya naskah-naskah Yunani dan Hunain
sendiri rajin mencari naskah-naskah lama Yunani sampai ke Mesir, Siria,
Palestina dan Mesopotamia. Hunain menyusun daftar naskah Yunani yang telah di
terjemahkan ke dalam bahasa Siria dan Arab , disertai nama para penerjemahnya
dan untuk siapa naskah itu diterjemahkan. Disamping itu Hunain juga menyertaka
kritik Hunain terhadap hasil terjemahan orang lain sangat tajam. Dengan
demikian dapat diketahui metode filologi yang digunakan pada waktu abad ke-9 di
kawasan Timur Tengah. Di samping melakukan telaah terhadap naskah-naskah
Yunani, para ahli filologi di kawasan Timur Tengah juga menerapkan teori
filologi terhadapnaskah-naskah yang dihasilkan oleh penulis-penulis dari daerah
itu.
Perkembangan Filologi Zaman Dinasti
Abbasiyah dan Pasca Keruntuhannya
Bangsa-bangsa
di Timur Tengah memang dikenal sebagai bangsa yang memiliki dokumen lama yang
berisi nilai-nilai yang agung, seperti karya tulis yang di hasilkan oleh bangsa
Arab dan Persia. Sebelum kedatangan agama Islam, kedua bangsa ini telah
memiliki karya sastra yang mengagumkan, dlam bentuk prosa dan puisi misalnya Mu’allaqat
dan Qasidah pada bangsa Arab. Setelah Islam berkembang, kegiatan
meluas di kawasan di luar negara Arab , serta mistik Islam berkembang dengan
maju di daerah Persia pada abad ke-10 hingga abad ke-13. Karya sastra mistik
yang masyhur misal Mantiq al-Tair susunan Farid al-Din Al-Tar, Mathnawi
ima’nawi karya Jalal al-Din al-Rumi, Tarjuman al-Asywaqtulisan Ibn al-Arabi.
Puisi-puisi penyair Persia terkenal Umar Khayyam serta cerita Seribu Satu Malam
hingga saat ini masih banyak dikenal di dunia Barat dan berkali-kali
diterjemahkan dalam bahasa-bahasa Barat dan bahasa-bahasa Timur.
Kedatangan
bangsa Barat di kawasan Timur Tengah membuka kegiatan filologi terhadap karya
tersebut, sehingga isi kandungan naskah-naskah itu dikenal di dunia Barat dan
banyak yang menarik perhatian orientalis Barat. Maka banyaklah teks yang
diteliti oleh mereka serta kemudian banyaklah naskah yang mengalir ke
pusat-pusat studi dan koleksi naskah di Eropa. Kajian filologi terhadap
naskah-naskah tersebut banyak dilakukan di pusat-pusat kebudayaan ketimuran di
kawasan Eropa dan hasil kajian itu berupa teori-teori mengenai kebudayaan dan
sastra Arab, Persi, Siria, Turki dan lain sebagainya.
Perkembangan Filologi di Kawasan
Asia : India
Sejak
beberapa abad sebelum Masehi, bangsa Asia telah memiliki peradaban yang tinggi.
Sejak mengenal huruf, sebagian besar kebudayaan mereka ditulis dalam bentuk
naskah yang memberi banyak informasi mengenai kehidupan mereka di masa lampau.
Diantara bangsa Asia yang dipandang memiliki dokumen masa lampau adalah India.
Penelitian terhadap India menunjukkan adanya kontak secara langsung dengan
Yunani pada zaman Raja Iskandar Zulkarnain yang melakukan perjalanan sampai
India pada abad ke-3. Terlihat adanya perpaduan dengan kebudayaan Yunani pada bentuk
patung dan nilai-nilai ilmunya. Sejak abad ke-1 mulai terjadi kontak langsung
bangsa India dengan Cina. Sekelompok pendeta Buddha mengadakan perjalanan
dakwah ke Cina, dan sesudah itu musafir Cina berziarah ke tempat-tempat suci
agama Buddha di India. Dalam perjalanan itu, mereka sempat menerjemahkan
naskah-naskah India ke dalam bahasa Cina. Bahkan ada ringkasan delapan bab ilmu
kedokteran India dalam bahasa Cina. Kontak antara bangsa India dengan Timur
Tengah mungkin terjadi sejak awal sebelum bertemu dengan bangsa lain.
Kemungkinan ini sangat kuat mengingat letak geografis kedua kebudayaan besar
ini berdekatan tanpa terbatas kondisi alam tertentu. Sayangnya belum didapati
keterangan yang memadai dari sedikit dokumen yang menunjukkan kontak antara keduanya.
Hanya terdapat terjemahan naskah India ke dalam bahasa Persi dan catatan
musafir Arab-Persi mengenai beberapa aspek kebudayaan India dalam kunjungannya
ke tempat tersebut. Naskah India yang dipandang paling tua berupa kesusastraan
Weda, ialah kitab suci agama Hindu yang disusun mungkin pada abad ke-6 s.M.
Setelah periode Weda disusunlah naskah-naskah kitab suci lain. Selain naskah
dengan nilai agama dan filsafat, ada uga naskah lama India yang berisi
wiracarita misalnya Mahabarata dan Ramayana serta karya yang berisi ilmu
pengetahuan seperti ilmu kedokteran, tatabahasa, hukum, dan politik. Telaah
Filologi terhadap naskah-naskah India baru dilakukan setelah adanya kontak
dengan bangsa Barat, yaitu setelah ditemukannya jalan laut ke India. Proses
mengenal kubudayaan India bertahap, mulai dari bahasa daerah, bahasa
Sansekerta, baru kemudian ditemukan kitab Weda. Sejak itu lah kegiatan filologi
terhadap naskah India semakin berkembang dan membuahkan hasil yang sangat
berarti seperti berbagai kamus dan tatabahasa Sansekerta .
Perkembangan Filologi di Kawasan
Nusantara
Nusantara
adalah kawasan yang termasuk Asia Tenggara. Seperti kawasan Asia pada umumnya,
Nusantara telah memiliki peradaban tinggi dan diwariskan pada generasi
selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah.
Kawasan Nusantara terbagi dalam berbagai etnis dengan ciri khas masing-masing
tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara. Keinginan untuk mengkaji
naskah-naskah Nusantara hadir setelah kedatangan bangsa Barat. Yang pertama
menyadari nilai berharga naskah Nusantara adalah pedagang yang ingin mendapat
untung dari penjualan naskah tersebut. Datangnya bangsa Barat dan ditulisnya
buku tentang kebudayaan Nusantara oleh Frederik de Houtman menimbulkan minat
besar bangsa Barat pada Nusantara. Dan walaupun terdapat beragam suku dengan
bahasa yang berbeda-beda, namun untuk mendekati bangsa ini langkah pertama yang
diperlukan adalah kemampuan bahasa Melayu. Karena kemampuan berbahasa Melayu
akan membuka komunikasi dengan pribumi dan bangsa lain yang juga mengunjungi
daerah ini. Selanjutnya pengamatan terhadap bahasa melalui pembacaan naskah
dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim dalam jumlah besar oleh VOC.
Bahasa Nusantara dipelajari untuk kepentingan tugas penginjil. Hasilnya adalah
penelitian dan catatan rapi mengenai kebudayaan bahkan hingga suku yang belum
mengenal tulisan. Karena keterbatasan tenaga, awalnya kegiatan filologi hanya
sampai pada tahap menyunting. Yaitu menyajikan naskah pada bentuk aslinya ditambahkan
keterangan pendahuluan. Pada tahapan selanjutnya, naskah disunting dalam bentuk
transliterasi dalam huruf latin. Perkembangan selanjutnya adalah suntungan
naskah disertai terjemahannya dalam bahasa asing. Pada abad ke-20 muncul
suntingan yang lebih mantab dengan kritik teks disertai terjemahan dalam bahasa
Belanda, Inggris, atau Jerman. Juga muncul terbitan ulang dari naskah yang
sudah pernah disunting dengan maksud untuk menyempurnakan. Pada saat itu juga
banyak terbit naskah-naskah keagamaan baik Melayu maupun Jawa, sehingga dapat
dikaji oleh ahli teologi serta selanjutnya menghasilkan karya ilmiah dalam
bidang tersebut.
Selanjutnya
banyak diterbitkan suntingan-suntingan naskah dengan pembahasan isi ditinjau
dari berbagai disiplin. Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah
naskah-naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra barat. Banyak
terdapat analisis struktural, fungsi, dan amanat pada naskah-naskah tersebut.
Besarnya minat dan kesempatan pada masa-masa selanjutnya mendorong terbitnya
kamus bahasa-bahasa Nusantara. Kajian terhadap naskahnya juga membuka
kebudayaan Nusantara dan mengangkat nilai-nilai luhur yang tersimpan di
dalamnya.
Sedangkan
dari Indonesia sendiri, tokoh pribumi yang diakui sebagai ahli filologi adalah
Husein Djayadiningrat dengan penelitian mengenai sejarah Banten. Sedangkan
setelah perang dunia kedua hanya terdapat sedikit ahli filologi dengan sedikit
karya yang dihasilkan. Selanjutnya setelah perginya nama-nama besar R.M.Ng.
Poerbatjaraka dan Prof. R. Prijana ahli filologi sangat sulit ditemukan.
Usaha
mencari karya filologi dari bangsa sendiri bisa dibilang sia-sia. Belum dapat
ditemukan sumbangan yang berarti dalam bidang filologi dari dua universitas
tertua di Indonesia, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.
Sehingga sumbangan filologi dalam perkembangan kebudayaan nasional pun hampir
tak ada. Nusantara seharusnya bersyukur atas peninggalan tertulis dari generasi
sebelumnya. Untuk itu diperlukan kajian filologi yang memadai sehingga dapat
digunakan untuk mengetahui kebudayaan dan sejarah kehidupan sebelumnya.
Sebenarnya
kajian filologi akan sangat berguna juga karena dapat digunakan dalam bidang
ilmu lain. Sayangnya kajian filologi saat ini belum terlihat hasil yang
berarti. Bila saja ilmu filologi dilengkapi dengan ilmu social lainnya seperti
arkeologi maupun antropologi, tentu akan didapati hasil yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar